Sabtu, 18 Februari 2012

Perkembangan Orang Dewasa dan Lanjut Usia


Sebuah Refleksi
Yang saya dapatkan dari iklan lowongan pekerjaan dan biro jodoh adalah sebuah ketergesaan akan kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Dalam lowongan pekerjaan tentunya institusi maupun perusahaan ingin segera mendapatkan pegawai untuk ditempatkan pada posisi yang ditawarkan. Padahal selama ini kualifikasi yang dituntut oleh banyak perusahaan semakin meningkat. Begitupula pada biro jodoh bahwa orang tersebut benar- benar mencari pasangan hidup yang sesuai dengan kualifikasi yang diharapkan. Saat mendapat tugas ini saya termenung sejenak membayangkan harga diri yang senilai harga barang dengan kualifikasi yang ada, sebuah tuntutan yang harus dipenuhi oleh orang- orang yang berminat dan merasa memiliki kualifikasi yang diharapkan. Mungkin ini hanyalah pemikiran saya pribadi, namun saya sendiri jadi tersadar betapa selama ini saya mengharapkan seseorang seperti barang dengan beberapa kriteria yang saya impikan. Secara picik, saya merasa sudah mendapatkan “barang” yang saya inginkan. Saya menginginkan lelaki yang ganteng seperti saya menginginkan baju yang dipajang di toko yang dapat saya beli jika saya mempunyai uang, saya menginginkan lelaki yang cerdas seperti saya menginginkan pergi ke  Bali saat liburan yang dapat saya lakukan jika saya mempunyai waktu luang. Semua itu adalah tentang rasa yang sudah terkontaminasi oleh sesuatu yang tidak murni lagi. Dalam benak saya terpikir bahwa cinta hanya sesuatu yang bersifat komplementer saja.
Biro jodoh merupakan sesuatu yang bodoh. Dimana kita membodohi diri sendiri dengan cinta kilat, dengan komitmen yang belum dapat dipertanggungjawabkan secara matang karena terburu- buru memangkas masa lajang. Hal tersebut sedikit banyak memberi gambaran tentang manusia yang membutuhkan pasangan hidup, tentang manusia yang rapuh untuk sendiri. Mungkin karena saya belum memasuki masa dewasa madya hingga saya dapat dengan enaknya berkomentar tanpa perasaan. Tetapi itulah yang selama ini saya pikirkan, menghadapi masa- masa sulit jika memang harus sendiri,dari kebutuhan biologis hingga pengaruh sosial yang dirasakan pada tahap tersebut merupakan hal yang mungkin menjadi pertimbangan untuk segera memiliki pasangan hidup.

21 Oktober 2008


ANGER MANAGEMENT


          Cerita ini diawali pada saat Dave akan mengadakan tugas kerja menggunakan pesawat dan mendapatkan masalah dengan kru pesawat. Oleh sebab masalah tersebut Dave mendapat hukuman dari negara untuk mendapatkan terapi pengendalian emosi. Tanpa disangka dia bertemu dengan Buddy Rydell, seorang terapis pengendalian emosi yang duduk bersama dengannya saat peristiwa itu terjadi. Dari sinilah proses terapi Dave dimulai tanpa disadarinya.
            Dalam film ini dikatakan bahwa penyaluran emosi terdapat 2 macam, yaitu ekstrovert dan introvert. Seorang yang ekstrovert dapat menyalurkan kemarahannya dengan sangat ekspresif (memukul, membanting pintu,dll), sedangkan tipe introvert cenderung melakukan represi terhadap kemarahannya. Dan Dave digambarkan merupakan tipe introvert. Dalam analisis Carl Gustav Jung mengatakan dalam diri manusia terdapat  persona yaitu topeng yang digunakan dalam merespons situasi dan tuntutan sosial. Persona merupakan peran yang dirancang oleh masyarakat, bagian yang oleh masyarakat diharapkan dimainkan oleh seseorang. Persona adalah diri publik, sisi yang dipertunjukan oleh seseorang kepada dunia atau wajah sosial. Dan Dave pun melakukan tuntutan tersebut sebagai suatu kewajiban, seperti mematuhi perintah bos yang otoriter, memendam kemarahan terhadap rival yang menyukai Linda, kekasih Dave. Karakteristik Dave ini bisa jadi merupakan bentuk mekanisme diri, bisa juga terdapat unsur genetis dari orangtuanya. Namun dalam situasi sosial, karakteristik ini lebih dibentuk oleh lingkungan sosialnya. Hal ini terlihat saat flashback, Dave kecil merupakan korban bullying dari teman- temannya.  Pada proses terapi, Buddy selalu menciptakan situasi yang membuat kesabaran Dave menipis dan melakukan katarsis dengan hal yang tidak pernah dilakukan yaitu memukul orang yang sering mengejeknya pada pengalaman masa lalu. Cerita ini berakhir dengan terungkapnya tentang masalah- masalah yang terjadi pada saat terapis yang merupakan media yang digunakan oleh Buddy agar Dave dapat mengekspresikan kemarahannya secara langsung.  Film ini mengetuk hati saya karena saya memiliki karakter yang mirip dengan Dave. Namun saya belajar untuk lebih asertif dalam mengungkapkan perasaan saya sekarang. Saya pun semakin menyadari bahwa pengalaman masa kecil akan selalu membekas hingga dewasa, maka itu saya berusaha untuk tidak menciptakan pengalaman pahit bagi anak- anak disekitar saya. Saya berharap mereka memiliki masa kecil yang indah dan dapat dikenang walaupun jujur saya sendiri pun kurang menyukai anak kecil...^_^’. Tapi toh menjadi salah satu sejarah bagi orang lain tak ada salahnya. Entah apakah Hitler adalah seorang pahlawan karena selalu dikenang namun dia berhasil menjadi orang yang sangat asertif terhadap perasaannya sendiri. Maka itu saya pun berusaha untuk hidup dalam setiap momen kehidupan untuk menjadi orang yang dapat mengenang tiap proses kehidupan saya.  

fufu 3- Hati- hati! Ada AKU.



28 Agustus 1988 terlahir dengan nama Agustina Indah Purnama, dengan ayah asli Solo bernama Fransiscus Xaverius Soepandi dan ibu asli Wates bernama Bernadetha Murniati.
Fufu, sebuah nama panggilan darimana, tetapi nama itulah yang banyak dikenal. Yah… itu namaku. Aku anak ketiga dari tiga bersaudara dan aku bukanlah anak manja seperti yang mereka kata. Sejak masih orok, aku sudah direncanakan oleh orangtuaku menjadi anak yang kuat. Dan setelah beberapa tahun menghembuskan nafas di dunia, ibu sudah mendidikku menjadi anak yang efektif dan efisien dalam menggunakan uang dan waktu. Ibuku adalah ibu rumah tangga yang selalu bersamaku menantikan senja. Dan ayahku sudah purna tugas sebagai pegawai BRI tahun1999.
            Biarkan kuceritakan bahwa masa kecilku adalah masa yang minim bermain. Ibu selalu membebaskanku untuk bermain, tetapi diwaktu- waktu yang tidak kusuka untuk bermain. Aku, Fufu, yang sudah akrab dengan perasaan kesepian ketika siang hari dan itu sudah kurasakan sejak umur 5th (seingatku).
“Siang hari adalah waktu istirahat,nak”; begitu kata ibuku jika aku sudah merengek untuk dibukakan pintu dan sekedar menyapa jejalan yang lengang. Saat seperti itulah aku sudah menjadi pantomer profesional, setidaknya sambil menantikan senja yang orange. Terlanjur, aku terlanjur menjadi penikmat pujian. Aku cinta pujian karena hal itulah yang aku miliki. Dan aku mempunyai banyak teman yang menyenangkan. Aku diterima sebagai seorang aku yang sebenarnya dan tak perlu aku menjadi orang lain.
            Suatu kali ibu pernah memarahiku habis- habisan karena saat itu ibu tidak menemukanku di sekolah padahal ibu baru terlambat 5menit dari waktu pulang sekolah dan itu sering terjadi. Ibu lalu menutup pintu dan membiarkan aku di teras rumah. Tiba- tiba ibu melemparkan karung goni di depanku, meyuruhku jadi pemulung saja. Dan tentunya ibu tak sungguh-sungguh mengatakannya, namun karena saat itu aku juga penuh dengan emosi maka aku pun berlari keluar rumah dan segera mencari kaleng- kaleng bekas seperti pemulung yang sering kulihat disekitar rumah. Namun karena aku memang selalu ingin dipuji maka aku berusaha mencari kaleng sebanyak- banyaknya. Aku pun langsung teringat TPA (tempat pembuangan akhir) yang berada tidak jauh dari perumuhan tempat kami tinggal. 15 menit kemudian dengan bangganya aku mengetuk pintu dan memamerkan “hasil kerja kerasku”.
            Masih banyak kekonyolan yang kulakukan dari menunggui anjing kawin  di samping rumah hingga berdiri di bawah tiang listrik sebagai hukuman di sekolah karena tidak mengerjakan PR. Hal yang paling tak pernah kumengerti hingga sekarang adalah kenapa sejak TK aku selalu tidak pernah akur dengan wali kelas?. Ibuku pun harus mengerutkan dahi seakan- akan berpikir keras jika aku mulai melontarkan pertanyaan tersebut.
            Ketika pertengahan kelas 6 SD, keluargaku mengalami ujian hidup yang cukup berat bagi kami saat itu. Aku dan kedua kakakku sejak itu mulai apathis dengan segala konflik yang terjadi dalam diri kami. Kami adalah satu kasatuan luka yang sulit untuk dipisahkan.  Kami belajar dari ibu yang tegar yang menghadapi masalah dengan sangat kuat dan tetap menjaganya sebagai rahasia keluarga kecil kami. Luka itu akan selalu ada, namun kenapa kita harus menutup- nutupi kebahagiaan kita saat kita tertawa. Biarlah tawa itu murni ada. Sekarang kami tidak pernah menganggap bahwa masalah harus dipandang sebagai masalah. Dan aku pun tidak pernah terbebani dengan sesuatu hal yang memalukan atau apa karena semua itu akan berakhir cepat atau lambat. Aku bahagia karena aku berbahaya karena bahagia J

fufu 2 (edisi mellow)


Saya sangat menyukai dunia saya. Saya sangat mencintai hidup saya. Pernah saya menangis dan ingin bunuh diri, tetapi setelah peristiwa tersebut dapat saya lalui, saya merasa bahwa ternyata hidup saya sungguh indah dan penuh keberuntungan.  Saya sangat suka bermimpi. Dan sepertinya Tuhan memang ada di dekat saya saat saya mengharapkan mimpi itu terkabul. Sungguh, saya hanya ingin memeluk dan mencium Tuhan ketika tanpa saya sangka semua mimpi dan keinginan saya nyata terjadi. Kadang saya ingin berteriak dan menangis karena saya sungguh ingin memeluk Tuhan saat itu. Mungkin bagi beberapa orang, keinginan saya yang terkabul tersebut merupakan hal yang mudah terjadi dalam hidup mereka, tetapi tidak dalam hidup saya. Saya kadang ingin berkata- kata pada dunia, tetapi saya pun sangsi bahwa dunia pun akan mengerti apa yang saya katakan. Namun sekarang saya berusaha untuk terbuka pada dunia, mengatakan yang ingin saya katakan, dan itu sudah membuat saya lebih bahagia dari yang seharusnya. Saya aneh kata orang, tetapi saya tak peduli. Saya hanya ingin mewujudkan mimpi- mimpi saya sepanjang usia saya.  Tak pernah saya merasa beruntung seberuntung saya memiliki seorang Tuhan. Saya sering berbicara sendiri dimanapun, sewaktu naik motor di jalan, belajar, mengetik, memasak, ataupun aktifitas saya yang lain. Tetapi sungguh, saya tidak gila. Saya hanya berbicara pada Tuhan. Saya bukan orang religius yang rajin berdoa ataupun ke gereja, saya hanya berdoa saat beranjak tidur dan pergi ke gereja jika memang ada keperluan dengan teman- teman mudika di sana. Tetapi cinta memang selalu memaafkan. Tuhan mencintai saya melebihi apapun, seluka apapun hati-Nya karena tingkah laku saya. Tuhan memaksa saya untuk terus bermimpi. Dan saya sadar, saya dan Tuhan saling mencintai.


teruslah bermimpi,
Tuhan akan mememeluk mempimu