Sebuah Refleksi
Yang saya dapatkan dari iklan lowongan pekerjaan dan biro jodoh adalah sebuah ketergesaan akan kebutuhan yang harus segera dipenuhi. Dalam lowongan pekerjaan tentunya institusi maupun perusahaan ingin segera mendapatkan pegawai untuk ditempatkan pada posisi yang ditawarkan. Padahal selama ini kualifikasi yang dituntut oleh banyak perusahaan semakin meningkat. Begitupula pada biro jodoh bahwa orang tersebut benar- benar mencari pasangan hidup yang sesuai dengan kualifikasi yang diharapkan. Saat mendapat tugas ini saya termenung sejenak membayangkan harga diri yang senilai harga barang dengan kualifikasi yang ada, sebuah tuntutan yang harus dipenuhi oleh orang- orang yang berminat dan merasa memiliki kualifikasi yang diharapkan. Mungkin ini hanyalah pemikiran saya pribadi, namun saya sendiri jadi tersadar betapa selama ini saya mengharapkan seseorang seperti barang dengan beberapa kriteria yang saya impikan. Secara picik, saya merasa sudah mendapatkan “barang” yang saya inginkan. Saya menginginkan lelaki yang ganteng seperti saya menginginkan baju yang dipajang di toko yang dapat saya beli jika saya mempunyai uang, saya menginginkan lelaki yang cerdas seperti saya menginginkan pergi ke Bali saat liburan yang dapat saya lakukan jika saya mempunyai waktu luang. Semua itu adalah tentang rasa yang sudah terkontaminasi oleh sesuatu yang tidak murni lagi. Dalam benak saya terpikir bahwa cinta hanya sesuatu yang bersifat komplementer saja.
Biro jodoh merupakan sesuatu yang bodoh. Dimana kita membodohi diri sendiri dengan cinta kilat, dengan komitmen yang belum dapat dipertanggungjawabkan secara matang karena terburu- buru memangkas masa lajang. Hal tersebut sedikit banyak memberi gambaran tentang manusia yang membutuhkan pasangan hidup, tentang manusia yang rapuh untuk sendiri. Mungkin karena saya belum memasuki masa dewasa madya hingga saya dapat dengan enaknya berkomentar tanpa perasaan. Tetapi itulah yang selama ini saya pikirkan, menghadapi masa- masa sulit jika memang harus sendiri,dari kebutuhan biologis hingga pengaruh sosial yang dirasakan pada tahap tersebut merupakan hal yang mungkin menjadi pertimbangan untuk segera memiliki pasangan hidup.
21 Oktober 2008