13 Juni 2010
Je gezicht als een kakkerlak.
Teman saya pernah mengirimi saya sebuah pesan singkat bebunyi kalimat di atas. Setelah saya tanyakan pada seorang teman yang tahu bahasa Belanda ternyata arti kalimat tersebut kurang lebih adalah ‘”kamu nampak seperti coro”.
Sial. Saya dikatain coro sama teman saya! Tapi sebelum saya benar- benar sadar bahwa yang dikatain coro adalah saya, saya teringat guru bahasa Jerman sewaktu SMA bahwa seorang Jerman sangat membenci bangsa Turki yang merantau ke Jerman karena orang Turki suka “ berkembang biak” seperti coro. Nah kan! Saya tak pernah langsung berpikir bagaimana dengan kecoroan saya. Setelah saya dipaksa berefleksi seorang diri di malam yang sepi, saya menemukan diri saya juga seperti coro. Perlu anda ketahui bahwa saya sangat membenci binatang yang bisa terbang, terutama coro. Coro adalah binatang yang tak tahu aturan terbang kesana kemari dan menurut saya tak ada gunanya dalam ekosistem rantai makanan dan itu pun menurut saya.
Dan setelah saya berpikir tentang filosofi kecoroan tadi dan mengkonotasikan hewan tersebut dengan hal-hal buruk lalu saya menemukan coro tersebut dalam diri saya, saya menjadi orang yang buruk rupa. Wah jangan-jangan orang lain pun menganggap saya seperti coro. Bukankah semua orang berhak menyimbolkan seorang seperti apa? Wong ayah saya pun menyimbolkan saya seperti asu kog. Jadi ya semua orang pun berhak to?? Tapi kenapa simbolisasi untuk saya sebangsa hewan?? Mmm… teman saya disimbolkan bunga tulip oleh pacarnya, sahabat saya disimbolkan seperti pohon, dan saya disimbolkan seekor coro oleh dunia. Saya pun tak dapat berkilah dari penyimbolan tersebut…. Lha saya kan cuma coro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar