Langkah yang tak tertebak |
“Dalam diriku mengalir sungai panjang, darah namanya… “
Tepat pukul tujuh pagi, aku sampai di aula sekolah. Sepi. Tak apa, bukankah kesepian sudah akrab denganku, berkutat dalam segala suasana. Kubuat sepi menjadi kubu termesra yang menaungi tiap lapis birama kehidupanku. Bersenandung sepi, bersorak sepi, dan sepi menjadi kesepian yang memiliki dunianya sendiri dengan dinamika yang menakjubkan!
Aku Indah, masih indah. Indah dengan segala ritme. Aku menamai diriku sebagai Sang Hyang Fufu.
Pada detik- detik yang berlalu sekian ratus, berkutat pada penelitian dan kerja kelompok yang rumit. Serumit menenggelamkan diri ke hatimu yang beku. Kamu kenapa?
Sebulan bukan waktu yang singkat ketika setiap detiknya merupakan adaptasi pada perasaaan yang tak terduga. Hidup ini kejutan. Kawan, ketahuilah… adanya kerinduan pada rerindang pohon yang bergemrisik saling membuai satu sama lain ketika angin menggoyangnya, rindu akan mereka yang mengaktualisasikan diri di jejalan yang ramai dan akan lengang pada saat ayam berkokok, rindu pada tetabuhan gendang di gazebo kota, rindu pada nyalang matamu yang tak tersiratkan makna yang tertebak. Semua pergi, begitu juga kamu… ada apa?