Minggu, 24 Juni 2012

fufu part (ikel)

Beberapa hari ini saya deg2an. Ntah kenapa. Perasaan saya selalu berujung dg “ntah”. Besok tgl 28 saya diajak cu ke pacitan. Refreshing. Pada saat itu genap saya berusia 23 tahun. Saya harap umur itu sudah bisa membuat saya berpikir lebih baik. Have many vision to realizing. Wish me luck!!

31 agustus 2011
Saya lupa untuk bercerita tentang Pacitan. Saya agak ragu untuk pergi, tapi Cu memaksa.  4.00 WIB berangkat dari rumah dan saya menunggu di bawah jembatan Janti. Shit!! Mereka menjemput saya  tepat 5.10 WIB!! What the hell?? Kasian mas Ipank yang kurus kering menemani saya, semakin merana nasibnya sebagai baldyboy… T.T
Dalam mobil itu berisi 6 orang. Dan saya diberikan singgasana mulia tepat di samping sopir. And the driver is mas Ahwan, he’s like Mr. Bean!! Hmmm… lumayan juga… ternyata masih ada 1 mobil lagi yang berisi 6 orang juga, dan pastinya ada 5 cicit hawa bertengger diantara adam’s.  1st destination at Goa Gong!! Setiap perjalanan sungguh saya nikmati. Sebenarnya saya tidak begitu suka pantai, tapi ini lain. Saya sungguh menikmati pantai Klayar, Karung Karang, dan Teleng Ria! Yeaaahhh! That’s amazing beach’s!!   
Saya menikmati ketika berdiri di pinggir pantai, byuurrr!! Suara ombak menderu dan segera saya merasakan dinginnya air yang mengguyur kaki. Ahhhh…. Indah sekali hidup ini ketika saya menutup mata dan menghirup udara di pantai  lalu merasakan hembusan angin yang berdesir menyibakkan setiap helai rambut! Satu persatu mozaik memenuhi pikiran saya. Kata-kata yang diucapkan oleh semua orang pada saya membuat saya tertekan, slide2 yang mengerumuni memori yang terbatas ini membuat hati saya berdebar. Nafas saya tersengal, namun saya tetap menutup mata dan merasakan pasir yang saya pijak perlahan  pergi.
Karena Pacitan ini maka saya tahu perbedaan dari tiap pantai yang kami kunjungi. Di Jogja tak ada perbedaan itu. Same like my brain, kacau. Di Pacitan semua berbeda! Sama2 air, tapi kadar garamnyapun beda dan saya  merasakan hembusan angin yang berbeda. Pikiran saya mulai rumit menyangkut ini, terlalu filosofis untuk dijabarkan, dan saya malas untuk menjabarkanya karna pada akhirnya akan sama saja. No meaning.  Ahhh… makin hampa saja hati ini. The heart is a lonely hunter.

“ Time heals every wound”


            Saat pertama kali menapakkan kaki di tempat ini, perasaan saya menjadi tidak baik-baik saja. Saya tidak merasakan suatu kenyamanan di sini. Sewaktu penyerahan dari pihak universitas kepada pihak balai, saya pandangi wajah pengasuh satu persatu. Wajah inilah yang akan menemani kami selama sebulan ini di Balai Rehabilitasi Wiloso Muda Mudi Purworejo. Ya.... di tempat inilah pergulatan kami akan dimulai.
            Koper sudah diturunkan dari mobil yang menghantarkan kami, kaki serasa lunglai dan berat untuk menapakkan lebih jauh dari mobil. Beberapa anak memandangi kami dari balik pintu, bahkan ada yang mengintip dari jendela.
            “ Pak, saya ikut bapak ya....”, rayu saya dengan lemas pada bapak yang mengantar kami.
            “ Sudah... kamu masuk saja... Cuma sebentar kog...”, jawab bapak  sambil tersenyum. Saya menghelah napas pelan dan mecoba mendongakkan kepala dan berjalan tanpa memandang mobil kami yang hilang dibalik pintu gerbang, meninggalkan kami.
Saya menempati kamar tanpa memilih karena bagi saya saat itu tak ada pilihan karena akan sama saja tidur di kamar manapun. Saya tak pernah sekacau ini. Saya biasa dapat mengatasi semua perasaan galau karena adaptasi,tapi ini sepertinya lain.
            Sehari berlalu,memulai dengan bersosialisasi dengan anak-anak balai. Saya berusaha tertawa walau hati saya masih hampa. Hari kedua,ketiga,keempat berlalu tanpa makna. Hari kelima kami memutuskan untuk melakukan permainan dan evaluasi bersama anak-anak. Kami tak menyangka akan banyak tuntutan anak-anak terhadap kami. Permainan menjadi tidak asyik karena kami bergumul dengan perasaan yang masih saja buruk semenjak kami datang. Ya... kami adalah kelompok yang kompak untuk merasakan ini. Tangis bersama pecah pada minggu pertama, kelima teman kelompok saya menangis di tengah lapangan voli karena banyak kritik yang dituai mereka                 ( lapangan voli adalah “basecamp” kami). Saya? Jangan tanya, walaupun tidak menerima kritik tapi saya rasakan sikap  waspada harus dijaga. Memasuki minggu kedua, kami tak ada progres, kami rapuh. Semua yang kami lakukan serba salah, kritik selalu kami dapatkan dari anak laki-laki. Mereka sepertinya ingin didekati namun pihak pengasuh merasa khawatir jika kami terlalu dekat dengan anak laki-laki. Bagi pengasuh, anak-anak tersebut jika diperhatikan akan mudah menyalahartikan perhatian kami.
            Kami manut. Manut itu yang menghantarkan kami memasuki minggu ketiga. Sejak minggu pertama,kami sudah memiliki rutinitas yaitu mengikuti apel pagi bersama para pengasuh pada pukul 7.00 lalu kami akan mencuci baju,membantu di dapur, dan tidur. Siang harinya saya biasa melakukan konseling dengan 2 klien yang kebetulan satu kamar dengan saya. Saya berusaha menghidupi hidup saya selama sebulan ini dengan dekat dengan mereka,merekalah yang membuat saya bertahan terlepas dari proses komunal yang berdampak negatif terhadap perasaan saya. Sore hari ada kegiatan olah raga,lalu hari minggu ada kegiatan PBB dari KODIM. Siklus yang selalu berulang, saya melihat kejenuhan dalam diri mereka oleh sebab itu mereka melakukan pemberontakan dengan melanggar peraturan,pulang malamlah,membawa HP, bahkan ada yang menginap di luar balai tanpa seijin pengasuh. Anak laki-laki sudah mulai bisa dekat dan beberapa dari mereka bercerita banyak tentang perasaan-perasaan mereka, masalah mereka,perkembangan mereka selama ini,dan saya merasa senang mereka percaya pada saya. Pernah suatu kali saya ajak satu kamar anak laki-laki untuk menonton slide yang saya miliki tentang SOKOLA rimba yang didirikan oleh Butet Manurung. Mmm.... saya mulai berpikir, saya rasa kami memang seharusnya melakukan hal ini pada minggu sebelumnya yaitu masuk ke kamar anak laki-laki untuk melakukan pendekatan dan memutarkan film untuk mereka sebagai sarana edukasi. Mereka jenuh. Anak laki-laki merasa “tersingkirkan” ketika kami lebih dekat dengan anak perempuan sehingga cara ini saya rasa cukup efektif selama kita memosisikan diri kita sebagai pendamping dan kakak,bukan lawan jenis yang harus menjaga jarak.
            Hari-hari saya mulai bermakna ketika hampir semua anak balai dekat dengan saya, bahkan ada anak laki-laki yang setiap malam bercerita tentang masalahnya melalui sebuah MP3. Saya selalu membalasnya, mencoba memberikan solusi untuknya. Perlu diketahui bahwa anak ini yang sejak awal telah memojokan kami dengan segala tuntutannya. Tapi lambat laun anak ini malah lebih dekat dari siapapun. Semua anak hampir selalu bersedia membantu jika saya meminta tolong, bahkan mereka menawarkan bantuan sebelum saya meminta. Mereka butuh pendamping untuk bisa diajak bertukar pikiran, bukan hanya orangtua yang berpegang pada otoritas. Balai rehabilitasi diharapkan dapat memperbaiki diri anak baik dari segi jasmani maupun rohani, maka itu sangat dibutuhkan pengasuh yang berkompeten dalam penanganan anak agar kebutuhan jiwa anak yang haus untuk bercerita dapat tersalurkan.
            Pada akhirnya, saya mendapatkan banyak pelajaran dari PPL Komunitas ini,salah satunya adalah berpegangan tangan untuk menghadapi tantangan. Mungkin terdengar klise, tapi itulah yang saya pelajari. Kelompok saya adalah kelompok yang sangat kompak, ketika menghadapi kritikan dari banyak pihak,kami saling meneguhkan.
Tetesan air mata kami masih tertinggal di lapangan voli  maka kami akan kembali.

yes i found u :)

Namanya Bayu.
Kami tidak dekat, dulu, namun sekarang perasaanku semakin lekat padanya. Tuhan, jika memang seharusnya dia ada untukku, selalu dekatkan dia padaku seberapapun jauh jarak kronologisyang memisahkan  kami.
11 mei 2012 kemarin baru saja kami memulainya, walaupun sebenarnya kami sudah semi memulai sebelum aku berangkat ke Jakarta.
Siapa yang akan meyakiti dan akan disakiti pada episode ini. Bukankah ini semua hanya drama kehidupan? Bukankah semua menjadi tidak serius jika sudah menyangkut perasaan walaupun aku sangat serius untuk memulai suatu hubungan.  Bukankah kata sudah terlanjur terucap dan harus digenapi?
Aku bukanlah aku yang dulu, yang membenci lelaki hingga sumsum tulang dan menjadikan mereka bola bekel yang akan kulempar kemanapun aku suka. Ada Bayu, ada perubahan dalam hidupku. Sejak kapan aku mulai memelihara kupu-kupu dalam perut? Kenapa mereka selalu menggelitik perut ini jika aku dekat dengan Bayu? Ah… halusinasi. Tapi ini bukanlah tentang halusinasi, ini tentang perasaan yang nyata hadir dalam presensi  dinamika hidupku. Hadir dan sangat jelas terasa, geli.
Aku Indah Purnama yang selalu bersinar sampai kapanpun, mereka membenciku karena lelaki mereka hilang tak berbekas, tapi itu bukan salahku. Harusnya para perempuan itu tahu teori bahwa ketika wanita memilki 2 topeng kehidupan, maka lelaki memiliki 20 topeng lebih banyak. Hebat kan? ^^ mereka memang harus selalu diwaspadai. Oh lelaki….tak akan dengan yang ini :)